Minggu, 01 Januari 2012

jurnal Psikolinguistik-anak tunarungu

KEMAMPUAN BERBICARA PADA ANAK TUNARUNGU SERTA KAITANNYA DENGAN BAHASA EKSPRESIF DALAM BERKOMUNIKASI
Ice Meliyawati
Universitas Pendidikan Indonesia
ice.meliyawati@ymail.com

Abstrak
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga dia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Kehilangan pendengaran pada anak tunarungu mengakibatkan terhambatnya perkembangan anak, sehingga keadaan tersebut mempengaruhi pada perkembangan intelegensi, bicara, emosi dan sosial si anak maupun pada kepribadiannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan kebenaran teori tentang kemampuan berbicara anak tunarungu dan bagaimana kemampuan bahasa ekspresif anak tunarungu dalam berkomunikasi. Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dalam bentuk studi kasus. Kasus yang diteliti adalah seorang anak berumur 11 tahun yang masih duduk di kelas V SLB Cicendo. Anak ini lebih banyak menggunakan bahasa non verbal dan bahasa tulis jika berbicara dengan lawan bicara. Dari hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa terdapat kesesuaian antara teori tentang kemampuan bicara anak tunarungu dan kemampuan bahasa ekspresif yang dipakai anak tunarungu dalam berkomunikasi yang dialami oleh objek dalam penelitian.

Abstract
Deaf child is a child who has an impairment or loss of hearing ability is caused by damage or malfunction in part or whole of hearing so that he experienced obstacles in language development. Hearing loss in children with hearing impairment result in delays in child development, so the situation is affecting the development of intelligence, speech, emotional and social development as well as the personality of the child. The purpose of this study was to prove the truth of theories about the ability of speaking children with hearing impairment and how the child's expressive language skills in communicating with hearing impairment. Research methods used in this study is a qualitative method in the form of case studies. The case was a meticulous researcher 11 year old she who was sitting in class V Cicendo SLB. Children are more likely to use non-verbal language and written language when talking with the speaker. From the research, the authors conclude that there is a match between the theory of the deaf child's speech and expressive language skills used by children with hearing impairment in communication experienced by the object under study.

Kata Kunci
Tunarungu, kemampuan berbicara, bahasa ekspresif, komunikasi.

Latar Belakang
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pada organ pendengarannya sehingga mengakibatkan ketidakmampuan mendengar, mulai dari tingkatan yang ringan sampai yang berat sekali yang diklasifikasikan kedalam tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of hearing). Anak tunarungu akan memiliki hambatan dalam komunikasi verbal/lisan, baik itu secara ekspresif (berbicara) maupun reseptif (memahami pembicaraan orang lain). Hambatan dalam komunikasi tersebut, berakibat juga pada hambatan dalam proses pendidikan dan pembelajaran anak tunarungu. Pada anak dengar, mereka mampu menghubungkan pengalaman dan lambang bahasa melalui pendengaran, sedangkan anak tunarungu tidak. Ini disebabkan karena adanya disfungsi pada pendengarannya. Anak tunarungu akan mengutamakan indra penglihatannya dalam berkomunikasi dengan lawan bicaranya dibandingkan dengan indra pendengarannya.

Landasan Teori
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga dia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.
Perkembangan bicara dan bahasa berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian, pada anak tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa meraban, proses peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual. Selanjutnya, dalam perkembangan bicara dan bahasa, anak tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif sesuai dengan kemampuan dan taraf ketunarunguannya.
Gangguan bahasa ekspresif adalah gangguan yang menghambat kemampuan anak untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik. Pada gangguan bahasa ekspresif, secara klinis kita bisa menemukan gejala seperti perbendaharaan kata yang jelas terbatas, membuat kesalahan dalam kosa kata, mengalami kesulitan dalam mengingat kata-kata atau membentuk kalimat yang panjang dan memiliki kesulitan dalam pencapaian akademik, dan komunikasi sosial, namun pemahaman bahasa anak tetap relatif utuh.
Pengembangan kemampuan berbicara merupakan serangkaian upaya agar anak memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk mengekspresikan pikiran, gagasan, dan perasaanya dengan cara berbicara. Nugroho (2004) yang dikutip Hernawati mengemukakan bahwa layanan bina bicara memiliki tiga macam tujuan, yaitu:
1. Dibidang pengetahuan, agar anak memiliki pengetahuan tentang: a) cara mengucapkan seluruh bunyi bahasa Indonesia; b) cara mengucapkan kata, kelompok kata dan kalimat Bahasa Indonesia; c) mengevaluasi bicaranya sendiri, berdasarkan pengamatan visual, auditif, dan kinestetik; d) mengendalikan alat ucapnya untuk peningkatan kualitas bicara; serta e) pemilihan kata dan kelompok kata yang tepat.
2. Dibidang keterampilan, agar anak terampil: a) mengucapkan bunyi-bunyi bahasa Indonesia; b) mengucapkan kata, kelompok kata, dan kalimat bahasa Indonesia; c) mengevaluasi bicaranya sendiri berdasarkan pengamatan visual, auditif, dan kinestetik; d) mengendalikan alat ucapnya demi perbaikan dan peningkatan mutu bicaranya; dan e) menggunakan kata-kata, kelompok kata, dan kalimat sesuai dengan gagasan dan tata bahasa yang baik dan benar.
3. Di bidang sikap, agar anak memiliki: a) senang menggunakan cara bicara dalam mengadakan komunikasi dengan orang lain; b) senang mengadakan evaluasi dan memperbaiki kesalahan-kesalahan serta berusaha meningkatkan kemampuannya. Tujuan akhir bina bicara bagi anak tunarungu, adalah agar ia memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap dasar untuk: a) berkomunikasi di masyarakat; b) bekerja dan beritegrasi dalam kehidupan masyarakat; serta c) berkembang sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.

Metodologi Penelitian
Metode yang dipakai peneliti dalam penelitian iniadalah metode kualitatif dalam bentuk studi kasus. Penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang penting untuk memahami suatu fenomena sosial dan perspektif individu yang diteliti. Tujuannya untuk menggambarkan, mempelajari, dan menjelaskan fenomena itu. Teknik yang penulis gunakan antara lain observasi dan wawancara. Observasi dan wawancara yang penulis lakukan yaitu pengamatan terhadap tingkah laku apa saja yang dilakukan objek dan respon yang ditunjukan pada saat observasi berlangsung dan beberapa pertanyaan yang mendukung untuk hasil penelitian. Penelitian dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2011, dan berlangsung selama kurang lebih 2 jam.

Hasil Penelitian
Hasil penelitian dilakukan pada Chika Mardiani Sanjaya siswa kelas V SD yang bersekolah di SLB N Cicendo, dia beruasi 11 tahun. Objek peneliti dapat dikategorikan sebagai ketunarunguan berat (severe hearing impairment), yaitu kondisi dimana orang hanya mendengar bunyi dengan intensitas 71-90 dB. Dia hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang-kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa yang intensif, membutuhkan alat bantu dengar dan latihan bicara secara khusus.
Objek peneliti lebih banyak menggunakan bahasa non verbal dan bahasa tulis jika berbicara dengan lawan bicara. Dia selalu memperhatikan gerak mulut lawan bicaranya jika berkomunikasi. Bila dia berbicara, gerak bibir maupun suara yang dihasilkan sulit untuk dimengerti, sehingga harus diulang dan harus ditulis.
Pembahasan
Ketunarunguan bukan hanya mengakibatkan tidak berkembangnya kemampuan berbicara, lebih dari itu dampak paling besar adalah terbatasnya kemampuan berbahasa (Van Uden, 1977; Meadow, 1980). Leigh (1994; dalam Bunawan, 2004 yang dikutip dalam sebuah jurnal) mengemukakan bahwa masalah utama kaum tunarungu bukan terletak pada tidak dikuasainya suatu sarana komunikasi lisan, tetapi akibat hal tersebut terhadap perkembangan kemampuan berbahasanya secara keseluruhan yaitu mereka tidak atau kurang mampu dalam memahami lambang dan aturan bahasa. Secara lebih spesifik, mereka tidak mengenal atau mengerti lambang/kode atau “nama” yang digunakan lingkungan guna mewakili benda-benda, peristiwa kegiatan, dan perasaan serta tidak memahami aturan/sistem/tata bahasa. Keadaan ini terutama dialami anak tunarungu yang mengalami ketuldian sejak lahir atau usdia dini (tuli prabahasa).
Terhambatnya kemampuan berbahasa yang dialami anak tunarungu, berimplikasi pada kebutuhan khusus mereka untuk mengembangkan kemampuan berbahasa dengan metode khusus, yang merupakan dasarnya setiap anak tunarungu dapat dikembangkan kemampuan berbahasa dan berbicaranya melalui berbagai layanan khusus dan fasilitas khusus yang sesuai dengan kebutuhannya.
Dikarenakan anak tunarungu tidak mendengar bahasa, maka pemerolehan bahasa reseptifnya hanya melalui penglihatan saja, sehingga pemerolehan bahasa reseptifnya tidak sempurna, karena tidak semua yang dilihatnya dapat dipahami. Akibatnya kemampuan penggunaan bahasa ekspresif dalam hal ini kemampuan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti melalui bahasa tulis pada anak tunarungu tidak seperti anak mendengar, dimana pada umunya kalimat yang dibuat anak tunarungu sangat sederhana dan kalimatnya rancu (tidak beraturan) sehingga maksud dari kalimat yang dibuatnya sulit dipahami oleh orang lain. Hal ini sama seperti yang telah dijelaskan bahwa objek peneliti langsung menjawab “KFC” ketika peneliti mengajukan pertanyaan apa cita-cita objek peneliti dan dia langsung menjawab KFC yang maksudnya adalah pelayan KFC.
Peneliti juga menilai tentang artikulasi dan optimalisasi pendengaran serta daftar cek perkembangan bahasa pada objek peneliti, dan hasilnya adalah sebagi berikut:
1. Artikulasi
a) Pengucapan huruf vokal “a, i, u, e, o” Objek peneliti kurang mengucapkannya dengan benar. Sehingga peneliti kurang memahami maksud ucapannya.
b) Mengucapkan bilabial pada huruf “P, B, M, W” sangat kurang dalam mengucapkannya.
c) Mengucapkan labio dental khusunya pada huruf “V” pada kata vocal, televisi, dan fasiv diucapkan menjadi oval, teyevisi, asiv (tidak jelas).
d) Dental, mengucapkan huruf “L” pada lilin menjadi yiyin, huruf “N” pada kata pintu menjadi yintu, huruf “T” pada tomat diucapkan yomat (tidak jelas).
e) Alvelor. Mengucapkan huruf “Z” pada kata zebra menjadi eba, huruf “R” pada kata roti menjadi oti (tidak jelas).
f) Palato Alveolar mengucapkan huruf “J” pada kata meja menjadi meya, huruf “C” pada kata becak diucapkan eak (tidak jelas).
g) Palatal. Mengucapkan “ny” dalam nyanyi dan kunyit sangat tidak jelas, dicoba berulang kali tapi tetap peneliti tidak memahami maksud objek peneliti.
h) Velar. Objek peneliti sangat kurang, ia tidak bisa mengucapkan dengan jelas seperti pada huruf “K” pada kata makan menjadi asan, huruf “X” pada kata box diucapkan menjadi oks, mengucapkan “ng” dalam pisang menjadi “iyang” (sangat tidak jelas).
i) Glotal. Pada kata “H” misalnya hitam menjadi hi’am (tidak jelas).
j) Mengucapkan “siapa namamu?” dan “kamu sedang apa?” (kurang jelas).
k) Mengucapkan kata “kuat-lemah, diam-diam, jangan-jangan, lihat-lihat” kurang jelas diucapkannya.
2. Bahasa Reseptif
Kemampuan perkembangan bahasa reseptif yang dimiliki objek peneliti diantaranya:
a) Mampu menatap lawan bicara saat diajak mengobrol
b) Mampu memandang lurus kearah benda-benda yang dibunyikan
c) Tidak merasa terganggu bila mendengar suara keras
d) Apabila peneliti mengucapkan kata “jangan” maka dia menghentikan kegiatannya sesaat.
e) Apabila peneliti menyebut namanya, dia tidak menoleh tetapi apabila peneliti menyebut namanya dengan menepuk bahunya dia menoleh.
3. Bahasa Ekspresif
Kemampuan perkembangan bahasa ekspresif yang dimiliki objek peneliti diantaranya:
a) Mengucapkan kata pada “ah, eh, oh” Objek peneliti kurang jelas mengucapkannya.
b) Kurang mengekspresikan kesenangannya dengan berceloteh.
c) Mengucapkan “agu” kurang jelas mengucapkannya.
d) Menjerit bila ia merasa terganggu.
e) Mampu tertawa keras.
f) Mengucapkan “da, ka, ga, ba” kurang jelas mengucapkannya.

Penelitian diatas kita dapat menyimpulkan bahwa anak tunarungu harus dilatih secara terus menerus setidaknya ada kemungkinan untuk bisa mengucapkan kata-kata vokal maupun konsonan dalam bahasa Indonesia dengan lebih baik agar orang yang berbicara dengan anak tunarungu setidaknya lebih bisa memahami. Karena itu, pengembangan kemampuan bicara pada anak tunarungu harus diperhatikan. Kita juga bisa memberikan pelayanan bina bicara karena dengan adanaya layanan bina bicara ini memiliki tujuan:
1. Dibidang pengetahuan, agar anak memiliki pengetahuan tentang: a) cara mengucapkan seluruh bunyi bahasa Indonesia; b) cara mengucapkan kata, kelompok kata dan kalimat Bahasa Indonesia; c) mengevaluasi bicaranya sendiri, berdasarkan pengamatan visual, auditif, dan kinestetik; d) mengendalikan alat ucapnya untuk peningkatan kualitas bicara; serta e) pemilihan kata dan kelompok kata yang tepat.
2. Dibidang keterampilan, agar anak terampil: a) mengucapkan bunyi-bunyi bahasa Indonesia; b) mengucapkan kata, kelompok kata, dan kalimat bahasa Indonesia; c) mengevaluasi bicaranya sendiri berdasarkan pengamatan visual, auditif, dan kinestetik; d) mengendalikan alat ucapnya demi perbaikan dan peningkatan mutu bicaranya; dan e) menggunakan kata-kata, kelompok kata, dan kalimat sesuai dengan gagasan dan tata bahasa yang baik dan benar.
3. Di bidang sikap, agar anak memiliki: a) senang menggunakan cara bicara dalam mengadakan komunikasi dengan orang lain; b) senang mengadakan evaluasi dan memperbaiki kesalahan-kesalahan serta berusaha meningkatkan kemampuannya. Tujuan akhir bina bicara bagi anak tunarungu, adalah agar ia memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap dasar untuk: a) berkomunikasi di masyarakat; b) bekerja dan beritegrasi dalam kehidupan masyarakat; serta c) berkembang sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.
Jadi, berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa terdapat kecocokan antara beberapa teori mengenai tunarungu yang telah peneliti kaji dengan realita atau kenyataan yang terjadi pada anak tunarungu yang telah menjadi objek penelitian peneliti. Kecocokan tersebut tampak pada anak tunarungu memahami bahasa lisan melalui membaca ujaran, anak melihat kata-kata dari bentuk gerak bibir pembicara, bahasa ekspresif yang dimiliki anak tunarungu sangat terbatas, dan umumnya mereka menggunakan bahasa nonverbal dalam berkomunikasi.

Simpulan dan Saran
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga dia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ketunarunguan dapa menghambat interaksi anak baik dalam hal pendidikan, intelegensi anak, kemampuan bahasa dan bicara anak, maupun dalam berinteraksi dengan orang lain. Anak tunarungu umumnya menggunakan komunikasi non verbal dalam berkomunikasi. Salah satu bentuk komunikasi non verbal yakni bahasa tubuh. Bahasa tubuh yang digunakan anak tunarungu diantaranya isyarat tangan, gerakan kepala, postur tubuh dan posisi kaki, ekspresi wajah dan tatapan mata. Kemampuan berbahasa dan berbicara anak tunarungu sangatlah terbatas jika dibandingkan dengan anak mendengar, karena anak tunarungu memiliki kosakata yang terbatas ini disebabkan karena anak tunarungu memperoleh informasi dari apa yang sering ia lihat sehingga kemampuan bahasa ekspresifnya pun sangatlah terbatas. Namun meskipun demikian, tidak semua anak tunarungu mengalami hal seperti itu. Bagi anak tunarungu, dukungan dari orang-orang terdekat, khususnya keluarga, akan sangat diperlukan sebab hal tersebut merupakan salah satu membuat mereka bahagia dan merasa tidak diacuhkan.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan dari hasil dan pembahasan di atas, bahwa terdapat kecocokan antara beberapa teori mengenai tunarungu yang telah peneliti kaji dengan realita atau kenyaatan yang terjadi pada anak tunarungu yang telah menjadi objek penelitian peneliti. Kecocokan tersebut tampak pada anak tunarungu memahami bahasa lisan melalui membaca ujaran, anak melihat kata-kata dari bentuk gerak bibir pembicara.

Pustaka Rujukan
AR, Syamsuddin dan Vismaia S. Damaianti. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Agustin, Risca Rosinta. Pelaksanaan Latihan Artikulasi Pada Anak Tunarungu Di Kelas Persdiapan SLB Negeri B Garut. Universitas Pendidikan Indonesdia (skripsi tidak diterbitkan).
Harras, Kholid A. dan Andika Duta Bachari. 2009. Dasar-Dasar Psikolinguistik. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Press.
Hernawati, Tati. (2007, 1 Juni). Pengembangan Kemampuan Berbahasa dan Berbicara Anak Tunarungu (Jurnal). Bandung (tidak diterbitkan)
Permanardian, S. dan Hernawati, T. 1995. Orthopedagogik Anak Tunarungu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sangsukses. 2001. Faktor Penyebab Tuna Rungu. [online]. Tersedia: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2137017-faktor-penyebab-tuna-rungu/
Sihombing, Meyrina Equilita. Sistem Komunikasi Siswa Tunarungu (Studi Kasus pada Siswa Tunarungu Tingkat SMPLB Kelas Lanjutan 2 di SLB-B YP3ATR 1 Cicendo). Universitas Pendidikan Indonesdia (skripsi tidak diterbitkan).
Soemantri, Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.
http://www.syafir.com/2011/11/20/definisi-psikolinguistik
http://permanarian16.blogspot.com/2008/04/definisi-dan-klasifikasi-tunarungu.html
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_plb_0607165_chapter2.pdf
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/454/jbptunikompp-gdl-leniwastik-22692-3-unikom_l-1.pdf
http://hasanti.blogspot.com/2011/05/25-pengaruh-kemampuan-berkomunikasi.html

Riwayat Hidup Penulis
Nama : Ice Meliyawati
Alamat : Jl. Raya Gabus Wetan blok Welut RT/RW. 15/01 Desa Sukamelang Kecamatan Kroya Kec. Kroya Kab. Indramayu 45265
Pendidikan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia
E-mail : ice.meliyawati@ymail.com
Motto : Sebaik-baiknya manusia adalah yang bisa bermanfaat untuk orang lain.

3 komentar:

  1. terima kasih infonya kak, sangat membantu :)

    BalasHapus
  2. Anda terhubung dengan layanan bikintugas.com dimana anda dapat menggunakan jasa kami untuk melakukan tugas dan pekerjaan anda. Kami melayani: desain web dan grafis, Membuat Power Point Presentasi, pembuatan artikel, jurnal, submit jurnal internasional, edit video dan audio, membuat peta, pengetikan, terjemah dan masih banyak lagi yang bisa kami kerjakan dengan dibantu oleh team profesional dalam bidangnya.

    http://bit.ly/2diXvTY

    BalasHapus
  3. ini jurnal volume berapa dan tahun berapa ya? trims

    BalasHapus